Zulhas & Sri Mulyani Tegaskan: Dana Kopdes Bukan dari Tabungan Rakyat
Solusi Berita
KARAWANG | Hal ini karena pendanaan Kopdes didukung oleh Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), menjelaskan bahwa program tersebut memiliki skema pembiayaan tersendiri yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025. Berdasarkan regulasi itu, setiap unit Kopdes dapat memperoleh plafon pinjaman hingga Rp3 miliar yang disalurkan melalui bank-bank Himbara.
“Akses pembiayaan ini sudah ada, ada PMK Nomor 49 Tahun 2025, plafon pinjamannya maksimal Rp3 miliar,” ungkap Zulhas usai menghadiri rapat koordinasi terbatas di kantor Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, Selasa (29/7/2025).
Ia menekankan, sumber pembiayaan ini bukan berasal dari dana publik seperti tabungan masyarakat, melainkan dari anggaran pemerintah yang secara khusus ditempatkan di Himbara untuk dikelola menjadi pinjaman bagi Kopdes.
“Jadi ini bukan uang bagi-bagi. Ini plafon pinjaman, dan bukan memakai uangnya Himbara atau uang rakyat. Ini dana pemerintah yang disalurkan melalui Himbara,” jelasnya. Skema ini diyakini akan memperkuat kondisi keuangan Kopdes Merah Putih sekaligus memastikan keberlanjutan usaha koperasi tanpa memunculkan risiko kerugian.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menegaskan bahwa pendanaan Kopdes Merah Putih akan dibantu melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana tersebut ditempatkan di bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BSI. Langkah ini dilakukan agar bank-bank tersebut memiliki likuiditas yang cukup untuk menyalurkan pinjaman dengan bunga rendah.
“Jadi bukan koperasi yang menarik dana pihak ketiga (DPK), melainkan pemerintah yang menempatkan dananya. Dan biaya penempatannya juga relatif murah,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin lalu.
Melalui skema ini, bank-bank Himbara dapat memberikan pinjaman ke Kopdes Merah Putih dengan suku bunga sekitar 6 persen, tenor hingga 6 tahun, dan masa tenggang (grace period) 6–8 bulan sesuai kapasitas koperasi.
Meskipun demikian, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemberian kredit tetap harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian (due diligence) agar dana benar-benar digunakan untuk pembangunan desa dan kelurahan.
Dukungan tambahan juga datang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui kebijakan makroprudensial, mikroprudensial, serta penjaminan simpanan supaya penyaluran kredit berjalan hati-hati dan tidak mengganggu dana pihak ketiga (crowding out).
Di samping itu, pemerintah memberikan jaminan terhadap pinjaman yang diajukan Kopdes Merah Putih ke bank. PMK Nomor 49 Tahun 2025 juga telah menjadi dasar hukum bagi bank dan koperasi dalam proses peminjaman.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri akan menetapkan aturan mengenai penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk pengembalian pinjaman dan mengatur mekanisme persetujuan koperasi dari bupati atau walikota.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi juga akan menetapkan mekanisme serupa di tingkat desa.
“Tujuannya agar kerangka pembiayaan koperasi berjalan baik, risikonya terkendali, dan perekonomian desa bisa tumbuh tanpa memicu moral hazard. Pemerintah turut menanggung sebagian risiko, tapi semua pihak tetap harus bertanggung jawab,” pungkasnya. (D/S)