Perspektif Organisasi Advokat
Penulis: Adv. Dr. Drs. Banuara Nadeak, S.H., M.M., CPM, CML, CPC, CPArb, CPA, CPLI, CPLE
OPINI–
Solusi Berita
Karawang (06/12/2024)
Melihat perkembangan perspektif akhir-akhir ini bahwa Peradi mengklaim sebagai satu-satunya organisasi advokat atau disebut sebagai sebagai wadah tunggal (Single Bar). Secara faktual perkembangan organisasi advokat ditengah-tengah masyarakat yang sangat majemuk. Pemerinrah RI sudah menunjukkan kehadirannya dalam merespon dan mengakomidir peranan organisasi advokat dalam menegakkan keadilan dan kepastian hukum.
Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XVI/2018. menetapkan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai wadah tunggal organisasi advokat.
Selanjutnya Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) tetap mengakui Peradi sebagai satu-satunya organisasi advokat.
Sebagai tataran Implementasi dilapangan secara konkrit bahwa organisasi advokat berkembang pesat menunjukkan bahwa organisasi advokat lain masih dapat berdiri atau dibentuk selama mendukung fungsi dan tujuan yang diatur dalam UU Advokat.
Merujuk keputusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015, yang memberikan kewenangan kepada Ketua Pengadilan Tinggi untuk menyumpah advokat dari organisasi mana pun, mengingat konflik di antara organisasi advokat yang mengklaim sebagai perwakilan sah dari profesi tersebut. Hal ini berangkat dari kebutuhan untuk mengakomodasi hak advokat tanpa terjebak pada konflik kelembagaan organisasi advokat
Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga telah mengeluarkan sejumlah putusan terkait pengujian pasal-pasal dalam UU Advokat. Salah satu poin penting adalah terkait persyaratan magang dua tahun untuk calon advokat. MK menegaskan pentingnya pengalaman praktis, namun mempertimbangkan apakah magang dapat dimulai sejak masa studi S-1 hukum, yang bertujuan untuk mempersiapkan advokat yang kompeten secara etika dan profesionalisme
Dalam hal ini Pemerintah harus hadir dalam Perubahan-perubahan yang menggambarkan dan mengaktualisasikan tentang eksitensi profesi advokat dan sebagai legalitas advokat di Indonesia.
Kesimpulan:
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat UU ini mengatur tentang organisasi advokat sebagai wadah tunggal profesi advokat di Indonesia. Namun, dalam praktiknya, muncul perbedaan interpretasi terkait keberadaan satu atau beberapa organisasi advokat, yang akhirnya memunculkan organisasi-organisasi advokat yang diakui dengan perundang undangan.
- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) MK melalui beberapa putusannya menegaskan bahwa tidak harus ada monopoli organisasi advokat. Artinya, organisasi advokat tidak harus terpusat pada satu wadah, sehingga membuka ruang bagi organisasi advokat untuk menjalankan fungsi sebagai organisasi profesi advokat. Contohnya: Putusan MK Nomor 101/PUU-VII/2009 yang menegaskan pluralisme organisasi advokat.
- Merujuk keputusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015, yang memberikan kewenangan kepada Ketua Pengadilan Tinggi untuk menyumpah advokat dari organisasi mana pun.
- Prinsip Kebebasan Berserikat dan Berkumpul (Pasal 28E ayat (3) UUD 1945) Advokat dapat dibentuk atas dasar hak konstitusional sebagai warga negara untuk berserikat dan berkumpul, yang dijamin oleh UUD 1945.(P/A)