KPK Usut Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024, Kerugian Negara Diduga Capai Rp 1 Triliun
Solusi Berita
KARAWANG | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi penyelenggaraan kuota haji tahun 2024. Setelah perkara ini resmi naik ke tahap penyidikan, KPK mengungkapkan bahwa estimasi kerugian negara mencapai sekitar Rp 1 triliun. Angka tersebut diperoleh dari perhitungan awal internal lembaga antirasuah.
“Dari hasil hitungan awal, jumlahnya lebih dari Rp 1 triliun,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Senin (11/8/2025). Meski memiliki perhitungan sendiri, KPK tetap berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan besaran kerugian negara. “Sudah kami diskusikan dengan BPK, tapi masih tahap awal. Nanti BPK yang akan menghitung lebih detail,” ujarnya.
Eks Menag Yaqut Cholil Dicekal
Dalam rangka penyidikan, KPK mengeluarkan larangan bepergian ke luar negeri bagi mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Pencekalan yang berlaku selama enam bulan ini juga dikenakan pada mantan staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz (IAA), dan pemilik biro travel Maktour, Fuad Hasan Masyur (FHM).
“Keberadaan mereka di Indonesia dibutuhkan demi kelancaran proses penyidikan,” tegas Budi Prasetyo, Selasa (12/8/2025).
Menanggapi hal tersebut, juru bicara Yaqut, Anna Hasbie, mengaku pihaknya baru mengetahui pencekalan dari pemberitaan media. Anna menegaskan bahwa Yaqut siap mematuhi seluruh proses hukum. “Beliau berkomitmen bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan yakin proses akan berjalan objektif serta proporsional,” kata Anna.
Dugaan Pejabat Kemenag dan Travel Diuntungkan
KPK menduga, keuntungan dari praktik korupsi ini dinikmati oleh sejumlah pejabat Kementerian Agama serta pihak perusahaan travel penyelenggara haji dan umrah. “Itulah yang akan kami kejar,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.
Perkara ini disangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur perbuatan memperkaya diri secara melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian negara.
Naik ke Tahap Penyidikan Usai Pemeriksaan Yaqut
KPK menaikkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan setelah memeriksa Yaqut pada 7 Agustus 2025 selama lima jam. Pemeriksaan terkait dugaan penyimpangan tambahan kuota haji 2024. Usai pemeriksaan, Yaqut enggan menanggapi isu adanya perintah mantan Presiden Joko Widodo terkait penambahan kuota tersebut.
Selain Yaqut, KPK telah memeriksa sejumlah pihak, di antaranya Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah, dan pendakwah Khalid Basalamah.
Duduk Perkara
Kasus ini berawal dari laporan lima kelompok masyarakat serta Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Keadilan Rakyat (Amalan Rakyat) terkait dugaan penyimpangan alokasi tambahan kuota haji 2024. Indonesia saat itu mendapat tambahan 20 ribu kuota, yang menurut ketentuan UU Nomor 8 Tahun 2019 seharusnya 92 persen (18.400 kuota) untuk jemaah reguler dan 8 persen (1.600 kuota) untuk jemaah khusus.
Namun, pada praktiknya, tambahan kuota tersebut dibagi rata: 10 ribu untuk jemaah reguler dan 10 ribu untuk jemaah khusus. Karena biaya haji khusus jauh lebih tinggi, pembagian ini dinilai menghasilkan keuntungan signifikan yang tidak sesuai aturan dan merugikan keuangan negara. (D/S)