Kemnaker: 7,28 Juta Pengangguran di 2025, Termasuk 1 Juta Lulusan Universitas
Solusi Berita
KARAWANG | Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada tahun 2025 mencapai 7,28 juta orang. Dari angka tersebut, sekitar 1,01 juta di antaranya merupakan lulusan perguruan tinggi.
Data ini diungkapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun INDEF 2025 di Jakarta. Berdasarkan tampilan data yang ia paparkan, lulusan universitas menyumbang 6,2% dari total pengangguran nasional. Selain itu, terdapat pula 177.399 lulusan diploma yang belum memperoleh pekerjaan.
Kelompok pendidikan dasar menjadi penyumbang angka pengangguran tertinggi. Pengangguran dari lulusan SD dan SMP tercatat mencapai 2,42 juta orang, disusul lulusan SMA sebanyak 2,03 juta, serta lulusan SMK sebesar 1,63 juta orang. Jumlah angkatan kerja nasional sendiri mencapai 145,77 juta orang, dengan sekitar 7,28 juta di antaranya tidak bekerja.
Yassierli menyoroti tantangan kualitas tenaga kerja yang masih didominasi oleh lulusan SMA dan SMK. “Kita masih menghadapi tantangan besar soal kualitas tenaga kerja. Sekitar 85% lulusan tenaga kerja maksimal hanya sampai SMA atau SMK. Jadi angka pengangguran ini sebenarnya cukup bisa diprediksi,” ujarnya, Rabu (2/7/2025).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa mayoritas angkatan kerja Indonesia masih bekerja di sektor informal, yang jumlahnya kini mencapai sekitar 60%. Data Kemnaker menunjukkan bahwa 56,57% pekerja berada di sektor informal (termasuk setengah pengangguran), sementara 38,67% bekerja di sektor formal, dan 4,76% tercatat sebagai pengangguran terbuka.
“Sektor informal ini sekarang sudah mencapai 60% dan kemungkinan akan terus bertambah, tergantung bagaimana kita mendefinisikannya. Tapi tren pertumbuhannya memang naik,” katanya.
Yassierli menambahkan, pekerja informal menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, terutama dalam hal pemberian jaminan sosial dan perlindungan kerja. Ia juga menyoroti produktivitas tenaga kerja Indonesia yang masih tergolong rendah, meskipun produktivitas berkorelasi langsung dengan pertumbuhan ekonomi.
“Kalau kita bicara soal produktivitas, itu bukan sesuatu yang bisa dinaikkan secara instan. Kenaikan 10% saja bisa membutuhkan waktu bertahun-tahun,” pungkasnya. (D/S)