Kemdiktisaintek Terapkan Sistem Tukin Dosen Berbasis Kinerja Mulai 2025
Solusi Berita
KARAWANG | Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) mulai memberlakukan sistem baru untuk pemberian tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen di perguruan tinggi negeri (PTN) yang berstatus satuan kerja (Satker) maupun Badan Layanan Umum (BLU), khususnya bagi yang belum menerapkan skema remunerasi. Sosialisasi teknis terkait kebijakan ini telah dilakukan secara daring pada Jumat, 16 Mei 2025.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Khairul Munadi, menjelaskan bahwa penerapan skema ini bertujuan untuk mendorong semangat kerja, meningkatkan produktivitas dan profesionalisme dosen, serta memperkuat budaya kerja berbasis kinerja dan mendukung agenda reformasi birokrasi di lingkungan perguruan tinggi.
“Sosialisasi ini penting agar seluruh pihak terkait memahami skema tukin yang mulai berlaku tahun ini dan mampu mengimplementasikannya dengan tepat di masing-masing PTN serta Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti),” ujar Khairul dalam keterangan tertulis pada Rabu, 21 Mei 2025.
Penerapan tukin dosen ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2025 dan Peraturan Menteri Diktisaintek Nomor 23 Tahun 2025 mengenai pemberian tunjangan kinerja di lingkungan kementerian.
Direktur Sumber Daya Kemdiktisaintek, Sri Suning Kusumawardani, merinci bahwa tukin dosen terdiri dari dua bagian utama: kinerja dasar (60%) dan kinerja prestasi (40%). Evaluasi dilakukan setiap semester, dan hasilnya akan memengaruhi besaran tunjangan yang diterima setiap bulan.
Kinerja dasar mencakup pemenuhan target dalam Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), laporan kinerja, dan beban kerja dosen (LKD/BKD) yang wajib memenuhi standar. Untuk aspek pengajaran, dosen juga harus melampirkan dokumen pendukung seperti Rencana Pembelajaran Semester (RPS), rubrik penilaian, nilai akhir, serta bukti kehadiran mengajar.
Sementara itu, kinerja prestasi dinilai dari kontribusi dosen dalam bidang pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, atau pengembangan institusi. Penilaian ini disesuaikan dengan jenjang jabatan dosen. Untuk jabatan Asisten Ahli, Lektor, dan Lektor Kepala, cukup satu aspek prestasi yang dipenuhi. Sedangkan untuk Guru Besar (Profesor), wajib memenuhi dua aspek, salah satunya harus di bidang penelitian.
Besaran tukin juga mempertimbangkan tunjangan profesi yang sudah diterima sebelumnya, kecuali bagi Profesor yang tetap menerima tunjangan kehormatan secara penuh. Sri Suning juga menegaskan pentingnya menjaga integritas dalam pelaporan agar tidak terjadi pembayaran ganda, serta adanya evaluasi berkala yang bisa berdampak pada pemotongan tunjangan jika kinerja tidak sesuai standar.
Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek, Togar Mangihut Simatupang, menyampaikan bahwa skema tukin ini bertujuan memperkuat peran dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
“Dengan sistem tunjangan yang objektif dan adil, kami ingin mendorong peningkatan kinerja dosen dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi sekaligus memperkuat capaian institusi,” jelas Togar.
Kemdiktisaintek berkomitmen untuk terus mendorong peningkatan kesejahteraan dan profesionalitas dosen secara transparan dan berorientasi pada hasil. Kebijakan ini diharapkan menjadi langkah penting dalam transformasi kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. (D/S)