Bukan Solusi, Tapi Malapetaka: Proyek Drainase Karawang di Tengah Sorotan
Solusi Berita
KARAWANG | Pekerjaan perbaikan saluran drainase di Jalan A.R. Hakim, Kawasan Niaga Karawang, justru menuai kecaman warga. Bukannya menjadi solusi untuk persoalan banjir, proyek ini dinilai justru menambah masalah dan memicu keresahan publik. Penyebabnya: pengerjaan yang asal-asalan, membahayakan pengguna jalan, serta minimnya pengawasan dari pihak berwenang.
Lebih memprihatinkan lagi, Bupati Karawang H. Aep Syaepuloh, S.E. tetap diam meski sudah diminta klarifikasi terkait keluhan warga. Sikap bungkam pimpinan daerah di tengah protes masyarakat menimbulkan tanda tanya besar: ada apa sebenarnya di balik proyek ini?
Warga Nilai Proyek Dikerjakan Sembarangan
Aki, warga yang kerap melewati lokasi, menyampaikan kegeramannya. “Ini bukan proyek penyelamat, malah jadi petaka! Debunya parah, jalan sulit dilalui, bahan material dibiarkan berserakan, dan pekerja tidak menggunakan alat keselamatan,” ujar Aki, Sabtu (19/7).
Kondisi tersebut tidak hanya membahayakan pengendara, tetapi juga merugikan pelaku usaha setempat karena terganggunya akses pelanggan. Apalagi, rekayasa lalu lintas untuk mengurangi kemacetan pun tidak terlihat.
Bupati Bungkam, Publik Curiga
Kemarahan warga semakin memuncak karena Bupati tetap tak memberikan jawaban meski telah dikonfirmasi wartawan swarajabar melalui WhatsApp. Wajar jika muncul dugaan publik: apakah ini murni kelalaian atau ada praktik tak wajar antara pejabat dan kontraktor?
Beberapa aktivis bahkan menyebut proyek ini sebagai “drainase tipu-tipu”: proyek yang dikemas seolah demi kepentingan publik, tetapi sebenarnya menyimpan kepentingan tersembunyi.
Jika Ada Pelanggaran, Dasar Hukum Sudah Jelas
Bila terbukti ada kelalaian atau pembiaran, pihak terkait bisa dijerat hukum, antara lain:
- UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang mewajibkan keselamatan dan keamanan proyek. Pelanggaran dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin.
- UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mewajibkan kepala daerah responsif terhadap keluhan masyarakat dan berperan aktif mengawasi proyek.
- UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001), dengan ancaman pidana hingga 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar jika terbukti ada kerja sama gelap pejabat dengan pihak swasta.
Dampak Langsung: Warga Menjadi Korban
Masalah proyek ini bukan hanya soal teknik, tetapi berdampak langsung pada kehidupan masyarakat:
- Tingginya risiko kecelakaan akibat minimnya pengamanan
- Turunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah
- Kerugian ekonomi bagi pedagang dan pelaku usaha
- Potensi konflik warga dengan pihak proyek
- Buruknya citra Karawang sebagai daerah yang abai terhadap keselamatan
Yang paling mengkhawatirkan adalah tumbuhnya rasa apatis masyarakat. Ketika rakyat tidak lagi percaya pada pemerintah, maka ruang demokrasi lokal pun akan mati perlahan.
Tuntutan Keterbukaan dan Audit Menyeluruh
Masyarakat berhak mendapatkan penjelasan:
- Siapa sebenarnya kontraktor pelaksana?
- Berapa anggaran proyek dan sumber dananya?
- Mengapa standar keselamatan diabaikan?
- Dan mengapa Bupati tetap memilih diam?
Jika DPRD, Inspektorat, BPK, dan aparat penegak hukum tidak bergerak, masyarakat akan menilai mereka juga membiarkan masalah ini.
Karawang Butuh Pemimpin yang Berpihak pada Rakyat
Diamnya pemimpin di tengah kesulitan warganya adalah bentuk pengingkaran amanah. Jika tidak ada penjelasan dan perbaikan, proyek drainase ini akan tercatat bukan sebagai solusi, melainkan simbol kegagalan pemerintah.
Karawang punya peluang menjadi lebih baik, asalkan pemerintah benar-benar berdiri untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan kontraktor. (D/S)