Aksi Akbar 205: Pengemudi Ojol Desak Keadilan Tarif dari Aplikator
Solusi Berita
KARAWANG | Ribuan pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai wilayah memadati kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, pada Selasa (20/5/2025), dalam aksi unjuk rasa bertajuk “Aksi Akbar 205”. Mereka menuntut keadilan dari perusahaan penyedia aplikasi transportasi online yang dianggap membebani pengemudi dengan potongan tarif yang sangat besar, jauh dari angka ideal yang diharapkan para mitra.
Dalam aksi tersebut, para pengemudi menyuarakan keprihatinan mereka terhadap tingginya potongan yang dikenakan oleh aplikator. Mereka menuntut agar pemotongan tersebut ditekan hingga maksimal 10 persen.
Anong (44), seorang pengemudi asal Ciledug, Tangerang, mengungkapkan bahwa sejak ia mulai bekerja sebagai ojol pada 2016, potongan semakin membesar hingga kini mencapai 50 persen, sehingga pendapatannya semakin menyusut. “Kadang pulang cuma cukup buat bensin dan makan, bahkan ada hari-hari pulang tanpa bawa apa-apa,” keluhnya.
Ketua Umum Gabungan Aksi Roda Dua (GARDA) Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menegaskan bahwa perusahaan aplikasi justru menaikkan potongan, meskipun pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan KP 1001 Tahun 2022 sudah menetapkan batas maksimal 20 persen. “Ini jelas bentuk pelanggaran regulasi dan pengabaian terhadap kesejahteraan mitra pengemudi,” ujarnya.
Di tengah demonstrasi, para pengemudi juga meneriakkan desakan agar aplikator asing segera angkat kaki dari Indonesia. Mereka menyuarakan kekecewaan atas ketidakhadiran negara dalam melindungi para pengemudi. “Sudah 10 tahun mereka mengeruk keuntungan dari kami. Mana negara?” teriak salah satu orator dari mobil komando.
Para pendemo juga menyuarakan ancaman untuk mendatangi Gedung Kementerian Perhubungan jika pemerintah tidak segera merespons tuntutan mereka. Selain soal potongan, mereka juga meminta pemerintah menyusun regulasi komprehensif yang mengatur tarif, perlindungan mitra, serta sistem pengiriman barang dan makanan berbasis aplikasi.
Menanggapi hal tersebut, pihak Grab Indonesia melalui Chief of Public Affairs, Tirza Munusamy, menampik tuduhan bahwa perusahaannya memotong lebih dari 20 persen. Ia menyebut komisi tersebut digunakan untuk mendanai layanan seperti pemeliharaan sistem, asuransi, serta program kesejahteraan mitra.
“Grab mematuhi regulasi dan tidak pernah mengambil lebih dari 20 persen. Kami juga membuka ruang dialog dan pengaduan, serta terus menjaga layanan tetap berjalan meski ada aksi,” jelas Tirza.
Ia menambahkan, Grab mendukung penyampaian aspirasi secara damai dan terus berupaya menjalin komunikasi dengan pemerintah demi keberlanjutan ekosistem transportasi daring di Indonesia. (D/)