Bapanas Instruksikan Kepala Daerah Jaga Stok Pangan di Tengah Kasus Beras Oplosan
Solusi Berita
KARAWANG | Badan Pangan Nasional (Bapanas) meminta para gubernur, bupati, dan wali kota untuk memastikan ketersediaan stok pangan tetap stabil di daerah masing-masing, menyusul mencuatnya kasus beras oplosan yang melibatkan sejumlah produsen.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa, menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers terkait penetapan tersangka kasus beras tidak sesuai standar mutu di Bareskrim Polri pada Selasa, 5 Agustus 2025.
“Kami telah mengirimkan surat kepada seluruh kepala daerah pada 4 Agustus 2025, yang menegaskan kembali pentingnya pengawasan stok dan harga beras di pasaran. Kami minta dinas-dinas perdagangan dan pangan di daerah turut aktif mengawasi,” ujarnya.
Seperti diketahui, salah satu perusahaan yang terlibat dalam kasus ini adalah PT Padi Indonesia Maju (PIM), yang memproduksi beras merek Sania, Fortune, Siip, dan Sovia.
Astawa memastikan distribusi beras kepada masyarakat tetap berjalan untuk mencegah kelangkaan. Bapanas, katanya, juga telah berkoordinasi dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) untuk memastikan distribusi beras di pasar berjalan normal.
Dalam surat tertanggal 25 Juli 2025, Bapanas menginstruksikan agar seluruh stok beras yang beredar di pasar tetap dijual seperti biasa, termasuk yang berada di gudang dan etalase. Namun, jika ditemukan produk beras yang tidak sesuai dengan standar mutu, maka harus dijual sesuai label yang tercantum di kemasan.
“Sudah ada imbauan agar harga diturunkan Rp1.000 per 5 kilogram, dan ini telah dilaksanakan oleh seluruh anggota Aprindo,” tambah Astawa.
Di sisi lain, polisi telah menetapkan tiga orang dari PT PIM sebagai tersangka dalam kasus beras oplosan tersebut. Mereka adalah Direktur Utama berinisial S, Kepala Pabrik berinisial AI, dan Kepala Quality Control berinisial DO.
Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, ketiganya dinyatakan melanggar standar mutu beras premium sesuai SNI 6128:2020 dan Permentan No. 31 Tahun 2017.
Ketiga tersangka dijerat dengan pasal 62 jo. pasal 8 ayat (1) huruf A, E, dan F Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar. Selain itu, mereka juga dikenakan pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar. (D/S)