PPATK: Pembekuan Rekening
(Oleh.Adv.Jonris H.Hutapea,M.M.CMA.CTA.CTC.)
Solusi Berita
Karawang | Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) Pasal 40 – Tugas PPATK
PPATK bertugas antara lain:
- Menerima laporan dari pihak pelapor (misalnya bank dan lembaga keuangan lain)
- Menganalisis dan/atau memeriksa laporan transaksi keuangan mencurigakan
- Menyampaikan hasil analisis/pemeriksaan kepada penyidik
- Meminta informasi tambahan kepada pihak pelapor
- Melakukan kerja sama dengan lembaga di dalam dan luar negeri
Sedangkan pasal 41memberikan dasar hukum bagi PPATK untuk menjalankan fungsi intelijen keuangan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Sebagai wujud tugas dan wewenang PPATK pada hari pada hari Kamis (31/7) sudah membuka kembali lebih dari 28 juta rekening nasabah yang sempat diblokir.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memiliki peran krusial dalam menjaga integritas sistem keuangan Indonesia, terutama dalam memerangi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme. Salah satu langkah yang kerap menjadi sorotan adalah kebijakan pembekuan rekening yang dianggap “nganggur” atau tidak aktif dalam jangka waktu tertentu, misalnya tiga bulan. Meskipun tujuannya mulia, implementasi kebijakan ini berpotensi menimbulkan berbagai kesulitan bagi masyarakat luas.
Sebagai implikasi pembekuan rekening oleh PPATK adalah untuk:
- Mencegah Penyalahgunaan: Rekening yang tidak aktif seringkali menjadi target empuk bagi pelaku kejahatan untuk menyembunyikan atau memutar uang hasil kejahatan.
- Mendeteksi Transaksi Mencurigakan: Dengan membekukan rekening, PPATK dapat melakukan analisis lebih mendalam terhadap pola transaksi yang tidak wajar.
- Mematuhi Standar Internasional: Indonesia, sebagai anggota Financial Action Task Force (FATF), dituntut untuk memiliki regulasi yang kuat dalam memerangi kejahatan finansial.
Potensi Kesusahan Mengintai Masyarakat.
Kebijakan pembekuan rekening yang tidak aktif selama 3 bulan, meskipun bertujuan baik, dapat menimbulkan sejumlah dampak negatif dan mempersulit Masyarakat dengan alasan:
- Akses Dana Terhambat: Ini adalah dampak paling langsung. Masyarakat yang memiliki rekening “tidur” karena berbagai alasan (misalnya rekening tabungan jangka panjang yang jarang disentuh, rekening khusus untuk dana darurat, atau rekening yang sengaja dibuka untuk tujuan tertentu di masa depan) akan mendapati dana mereka terkunci. Ini bisa sangat krusial jika dana tersebut dibutuhkan mendadak untuk keperluan mendesak seperti biaya kesehatan, pendidikan, atau kebutuhan pokok lainnya.
- Beban Administratif dan Waktu: Untuk mengaktifkan kembali rekening yang dibekukan, nasabah biasanya harus datang langsung ke bank, melengkapi berbagai dokumen, dan melalui proses verifikasi yang memakan waktu. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, lansia, penyandang disabilitas, atau mereka yang memiliki mobilitas terbatas, proses ini bisa menjadi sangat memberatkan dan memakan biaya.
- Kurangnya Sosialisasi dan Pemahaman: Tidak semua lapisan masyarakat memiliki akses informasi yang sama atau pemahaman mendalam tentang kebijakan perbankan dan PPATK. Banyak yang mungkin tidak menyadari bahwa rekening mereka bisa dibekukan hanya karena tidak ada aktivitas selama beberapa bulan. Ini bisa memicu kepanikan dan kebingungan.
- Dampak pada Pekerja Migran dan Mahasiswa Luar Negeri: Pekerja migran atau mahasiswa yang sedang berada di luar negeri seringkali memiliki rekening di Indonesia yang tidak aktif dalam waktu lama karena mereka hanya menggunakannya untuk menerima kiriman uang atau menyimpan tabungan. Pembekuan rekening ini akan sangat menyulitkan mereka untuk mengakses dana dari jarak jauh.
- Potensi Kerugian Finansial: Dalam beberapa kasus, ada biaya-biaya tertentu yang mungkin timbul selama proses reaktivasi, atau bahkan potensi kehilangan bunga/keuntungan jika dana tersebut terikat dalam produk investasi tertentu yang terhubung dengan rekening yang dibekukan.
Alternatif pemecahan:
Untuk meminimalkan dampak negatif terhadap masyarakat, beberapa langkah dapat dipertimbangkan:
- Masa Tenggang yang Lebih Fleksibel: Meninjau ulang durasi “tidak aktif” yang memicu pembekuan. Mungkin 3 bulan terlalu singkat untuk sebagian besar masyarakat. Periode yang lebih panjang (misalnya 6 bulan atau 1 tahun) bisa menjadi pertimbangan, dengan tetap memperhatikan risiko.
- Notifikasi Dini yang Efektif: Bank dan PPATK perlu meningkatkan sistem notifikasi kepada nasabah sebelum rekening dibekukan. Pemberitahuan melalui SMS, email, atau surat jauh sebelum masa pembekuan tiba akan memberikan kesempatan kepada nasabah untuk melakukan transaksi kecil atau mengurus status rekeningnya.
- Proses Reaktivasi yang Disederhanakan: Membangun mekanisme reaktivasi yang lebih mudah, mungkin melalui platform digital atau verifikasi jarak jauh untuk kasus-kasus tertentu, dapat sangat membantu mengurangi beban masyarakat.
- Edukasi dan Sosialisasi Massif: Pemerintah, OJK, BI, dan perbankan harus gencar melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga rekening tetap aktif, risiko rekening tidak aktif, serta prosedur jika rekening terlanjur dibekukan.
- Pengecualian untuk Kasus Tertentu: Mempertimbangkan adanya pengecualian atau prosedur khusus untuk kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, atau mereka yang sedang berada di luar negeri.
Kesimpulan:
- Kebijakan pembekuan rekening nganggur adalah pedang bermata dua yang dihadapi oleh Masyarakat yaitu di satu sisi, ia adalah alat vital dalam perang melawan kejahatan finansial dan di sisi lain, tanpa implementasi yang cermat dan berempati, ia berpotensi menjadi hambatan serius bagi masyarakat yang patuh hukum.
- Keseimbangan antara keamanan finansial dan kenyamanan publik adalah kunci yang harus terus diupayakan.
- Berdasarkan pasal 40 dan 41 UU nomor 8 tahun 2010 PPATK dapat menjalankan secara konsisten dan konsekwen. (B/N)