Antisipasi Perang Dagang, Pengusaha Dorong Pengurangan Hambatan Non-Tarif
Solusi Berita
KARAWANG | Pengusaha menilai Indonesia perlu mengurangi hambatan non-tarif guna merespons kebijakan tarif impor tinggi dari Presiden AS saat itu, Donald Trump. Untuk itu, deregulasi atau penyederhanaan aturan dianggap perlu dilakukan.
Namun, Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menegaskan bahwa langkah tersebut harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mengganggu industri dalam negeri. “Ini bisa menjadi peluang untuk deregulasi, tapi harus selektif melihat sektor mana yang bisa dibuka,” ujarnya dalam media briefing di Kantor Apindo, Selasa (13/5).
Meski perang dagang AS-China mulai mereda dengan adanya kesepakatan tarif, Shinta menilai Indonesia tetap harus waspada terhadap dampak global, khususnya terhadap sektor ekspor seperti pakaian, furnitur, lampu, olahan daging, dan alas kaki.
Ia juga mengingatkan potensi masuknya produk China ke Indonesia akibat pengalihan pasar, sehingga mekanisme perlindungan seperti safeguard dan anti-dumping perlu disiapkan. Selain itu, biaya produksi di dalam negeri meningkat karena fluktuasi nilai tukar, sementara 90 persen bahan baku industri manufaktur masih bergantung pada impor.
Shinta menekankan bahwa selain deregulasi, Indonesia juga perlu memperkecil defisit perdagangan dengan AS, salah satunya dengan memperluas ekspor seperti CPO, LPG, gandum, kedelai, dan kapas. “Kita ekspor tekstil ke AS, tapi juga bisa tingkatkan impor kapas dari sana,” jelasnya.
Indonesia juga perlu memperkuat hubungan dagang dengan AS melalui kerja sama seperti Trade and Investment Framework Agreement atau limited trade deal, serta melakukan diversifikasi pasar ekspor ke negara lain seperti Uni Eropa.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa Sastratmaja, mengingatkan agar deregulasi dilakukan secara selektif. Pemerintah perlu memastikan aturan yang dilonggarkan tidak justru melemahkan industri lokal yang sudah mapan.
Jika tidak hati-hati, lanjut Jemmy, deregulasi bisa memicu lonjakan impor yang berisiko memperparah kondisi industri dalam negeri dan meningkatkan pengangguran. “Jangan sampai deregulasi malah menimbulkan masalah baru,” tegasnya.