Menuju Swasembada dan Ekspor: Stok Beras RI Cetak Sejarah Baru
Solusi Berita
KARAWANG | Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengumumkan bahwa stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) telah mencapai 3.701.006 ton per 13 Mei 2025. Capaian ini menjadikan Indonesia sebagai pemimpin di kawasan ASEAN dalam hal produksi dan ketahanan stok beras nasional.
“Angka ini adalah hasil kerja keras seluruh elemen, mulai dari petani, pemerintah pusat dan daerah, hingga Bulog yang konsisten menyerap hasil panen di lapangan,” ujar Amran dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (13/5).
Ia menyebut bahwa posisi Indonesia kini mengungguli negara-negara besar produsen beras di kawasan seperti Thailand dan Vietnam. Pernyataan ini diperkuat oleh laporan terbaru dari United States Department of Agriculture (USDA) dalam Rice Outlook April 2025, yang memproyeksikan produksi beras Indonesia untuk musim tanam 2024/2025 mencapai 34,6 juta ton — naik 600 ribu ton dari prediksi sebelumnya, atau meningkat 4,8 persen dibanding tahun lalu.
Amran menyebutkan bahwa volume stok CBP saat ini merupakan yang tertinggi sejak Perum Bulog berdiri pada 1969, dan diperkirakan akan menembus 4 juta ton, mencetak rekor baru dalam sejarah ketahanan pangan nasional.
“Ini pencapaian monumental dalam 57 tahun terakhir, dan menjadi simbol nyata keberpihakan negara terhadap petani serta penguatan sistem pangan nasional dari hulu ke hilir,” katanya. Ia juga menambahkan, peningkatan stok ini berhasil diraih dalam waktu kurang dari lima bulan — jauh lebih cepat dibanding tahun sebelumnya, di tengah tantangan krisis pangan global dan lonjakan populasi.
Amran mengaitkan capaian ini dengan sejumlah kebijakan strategis pemerintah, termasuk tambahan pupuk subsidi, penguatan alat mesin pertanian (alsintan), percepatan masa tanam, digitalisasi pertanian, serta kebijakan harga gabah yang dinaikkan dari Rp5.500 menjadi Rp6.500 per kilogram.
Mentan juga mengungkapkan bahwa rekor sebelumnya terjadi pada September 1985 dengan stok 3.006.872 ton. Kini, Indonesia melampaui angka tersebut dengan selisih hampir 700 ribu ton, bahkan saat jumlah penduduk mencapai 283 juta jiwa — jauh lebih besar dibanding era swasembada beras tahun 1984 dengan 166,6 juta penduduk.
Stok besar ini, menurut Amran, akan menjadi alat strategis negara untuk mengendalikan harga pasar dan memperkuat daya tahan terhadap ancaman krisis pangan global. Pemerintah juga tengah menyiapkan infrastruktur pendukung, termasuk pembangunan dan penyewaan 25.000 gudang prioritas di seluruh Indonesia untuk menampung hasil panen.
Di Sulawesi Tenggara, Bulog menyewa delapan gudang tambahan untuk mengakomodasi tingginya volume serapan gabah dari petani. Kepala Bulog Sultra, Siti Mardati Saing, menyebutkan bahwa karena kapasitas gudang eksisting hanya sekitar 34.500 ton, maka tambahan sekitar 30 ribu ton dialihkan ke gudang filial.
Lebih lanjut, sebanyak 45 mitra penggilingan di wilayah itu telah bersedia mengolah gabah menjadi beras, dengan output harian sekitar 3.000 ton. Kapasitas penyimpanan pun ditargetkan bertambah hingga 49 ribu ton.
Amran juga menyampaikan apresiasinya kepada berbagai pihak, termasuk Tentara Nasional Indonesia (TNI), atas dukungan mereka dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Ia optimis tren positif ini akan terus berlanjut seiring dengan puncak panen dan percepatan tanam di musim kedua, serta sinergi lintas sektor dalam upaya stabilisasi harga dan distribusi pangan.
Terakhir, Mentan menegaskan bahwa keberhasilan ini tak lepas dari arahan kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang berpihak pada petani. Ia meyakini Indonesia tidak hanya menuju swasembada, tetapi juga siap menjadi eksportir beras di pasar global. (D/S)