Jalan Damai Gus Miftah di Tengah Konflik Identitas dan Keagamaan
Solusi Berita
KARAWANG | Pendakwah Gus Miftah menyerukan agar semua pihak yang terlibat dalam konflik antara kelompok Habaib Ba’alawi dan Perjuangan Walisongo Indonesia (PWI) Laskar Sabilillah menempuh jalan damai atau islah. Ia menilai bahwa persoalan yang sarat unsur budaya, identitas, dan agama ini hanya dapat diselesaikan lewat dialog terbuka dan pemahaman bersama.
“Kita butuh ruang dialog yang sehat, bukan konflik,” kata Gus Miftah dalam keterangannya pada Selasa (8/4).
Konflik ini diketahui bermula dari perbedaan identitas kultural antara kelompok keturunan Arab dan masyarakat pribumi. Ketegangan tersebut sempat berujung pada gesekan sosial, bahkan insiden kekerasan. Salah satu peristiwa terjadi di Karawang, Jawa Barat, pada 2024, saat sekelompok massa menyerang rombongan kendaraan yang mereka curigai sebagai bagian dari kelompok lawan. Namun, ternyata target salah sasaran, dan korban justru merupakan seorang kiai serta anggota Banser yang tidak terkait konflik.
Perseteruan ini semakin mencuat setelah pada 2023, Habib Bahar bin Smith dilaporkan ke pihak berwajib oleh PWI atas pernyataannya yang menyebut keturunan Walisongo telah punah sejak lima abad lalu. Pernyataan tersebut dinilai provokatif dan memicu ketegangan antar kelompok.
Ketegangan semakin meningkat setelah KH. Imaduddin Utsman merilis sebuah buku yang mempertanyakan keabsahan garis keturunan (nasab) Ba’alawi. Buku itu dianggap merendahkan identitas kelompok yang selama ini dikenal sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, sehingga memicu kontroversi luas.
Upaya meredam konflik melalui diskusi publik dan forum akademik sejauh ini belum membuahkan hasil. Alih-alih menciptakan titik temu, debat-debat tersebut justru memperkeruh suasana dan memperdalam jurang perbedaan.
Konflik ini juga dipandang sebagai bagian dari dinamika politik identitas yang mencuat sejak 2017, saat Habib Rizieq Shihab memainkan peran penting dalam kasus yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Peristiwa itu dianggap menjadi titik balik kebangkitan kepercayaan diri kelompok-kelompok tertentu untuk terlibat lebih aktif dalam ranah politik dan budaya. (D/S)