Polri Bongkar Mafia Solar Subsidi di Karawang: Kades dan Petugas SPBU Terlibat!
Solusi Berita
KARAWANG | Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin, menduga adanya keterlibatan petugas SPBU dan Kepala Desa Kamijaya, Dawuan Barat, Karawang dalam praktik ilegal penjualan BBM solar bersubsidi menjadi nonsubsidi. Kasus ini terjadi di SPBU Tuban, Jawa Timur, dan SPBU Karawang, Jawa Barat.
“Jika keterangan dari saksi terbukti benar, kami akan segera menangkap mereka,” ujar Nunung dalam keterangannya kepada wartawan pada Jumat, 7 Maret 2025.
Modus Operandi di SPBU Tuban dan Karawang
Nunung menjelaskan bahwa di SPBU Tuban, pegawai SPBU diduga membantu tiga tersangka, BC, K, dan J, dalam memperoleh 45 barcode MyPertamina. Dengan barcode tersebut, mereka dapat melakukan pengisian BBM solar bersubsidi menggunakan mobil Isuzu Panther secara berulang kali. Selanjutnya, solar subsidi tersebut disimpan di gudang yang telah disiapkan sebelumnya.
Sementara itu, di SPBU Karawang, Kepala Desa Kamijaya Dawuan Barat diduga terlibat dalam pembuatan surat rekomendasi bagi petani agar mereka bisa membeli solar subsidi. Namun, alih-alih digunakan oleh petani, BBM tersebut malah ditimbun di gudang dan dijual kembali dengan harga lebih tinggi.
“Solar subsidi yang seharusnya digunakan oleh petani justru diperjualbelikan secara ilegal,” ungkap Nunung.
Keuntungan Miliaran Rupiah dari Penyelewengan BBM
Komplotan yang beraksi di SPBU Tuban telah menjalankan modus ini selama lima bulan, dengan keuntungan mencapai Rp1,3 miliar.
Sementara itu, sindikat di SPBU Karawang sudah beroperasi selama satu tahun, menghasilkan keuntungan sebesar Rp3,072 miliar.
Secara keseluruhan, kedua komplotan ini telah menimbun sekitar 16.400 liter solar subsidi, yang kemudian dijual dengan harga lebih tinggi, dari Rp6.800 per liter menjadi Rp8.800 per liter.
Penangkapan dan Ancaman Hukuman
Penyidik Ditipidter Bareskrim Polri berhasil menangkap kedua komplotan ini pada 27 Februari 2025. Delapan tersangka telah ditahan dan dijerat dengan:
- Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja
- Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Para tersangka terancam hukuman penjara hingga 6 tahun serta denda maksimal Rp60 miliar.(D/S)