Reformasi Pensiun PNS: Mengurangi Beban APBN dengan Skema Baru
Solusi Berita
KARAWANG | Ruang fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 terbilang terbatas untuk mendukung kebijakan ekspansif serta membiayai berbagai program pembangunan nasional, termasuk janji kampanye Presiden Prabowo. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Anggaran DPR (Banggar DPR) berupaya memperluas ruang anggaran yang sudah dipenuhi oleh berbagai alokasi rutin, seperti pembayaran bunga utang negara.
Untuk menciptakan kelonggaran dalam anggaran, pemerintah merancang langkah-langkah strategis, seperti efisiensi belanja besar-besaran di kementerian, lembaga, serta transfer dana ke daerah dengan total Rp309 triliun. Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan perubahan skema pembayaran pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, dan Polri yang selama ini membebani APBN.
Sekilas Mengenai Jaminan Pensiun PNS
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), setiap PNS yang pensiun berhak mendapatkan jaminan pensiun dan tunjangan hari tua. Selain karena mereka turut membayar iuran sebesar 4,75 persen dari gaji pokok, tunjangan ini juga merupakan bentuk penghargaan atas pengabdian mereka sebagai aparatur negara.
Sejarah jaminan pensiun bagi PNS telah ada sejak 1951 dan mengalami berbagai penyempurnaan, termasuk penerbitan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 yang menggantikan peraturan sebelumnya. Saat ini, batas usia pensiun PNS ditetapkan pada 58 tahun, yang bertujuan menjaga keseimbangan antara biaya pensiun dengan iuran yang dibayarkan serta mempertahankan stabilitas keuangan negara.
Kemenkeu Mengambil Alih Pembayaran Pensiun
Anggaran negara untuk pembayaran pensiun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2010, anggaran pensiun mencapai Rp50,6 triliun dan melonjak hingga Rp164,4 triliun pada 2024, dengan rata-rata kenaikan tahunan sebesar 8,96 persen atau Rp10,4 triliun.
Selain kenaikan jumlah pensiun yang harus dibayarkan, biaya operasionalnya juga cukup besar. Pada 2018, biaya operasional pembayaran pensiun mencapai Rp997 miliar, yang sempat turun menjadi Rp700 miliar pada 2022-2024, namun diperkirakan akan meningkat lagi ke kisaran Rp850 miliar.
Mekanisme pembayaran pensiun saat ini cukup kompleks, melibatkan empat tahapan yang mencakup penerimaan tagihan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara (DJPb) dari Taspen dan Asabri, verifikasi administrasi, pencairan dana ke bank dan Kantor Pos, hingga penyaluran ke pensiunan.
Untuk menyederhanakan proses ini, Kemenkeu berencana mengambil alih pembayaran pensiun yang selama ini dikelola oleh Taspen dan Asabri. Dengan langkah ini, proses distribusi dana diharapkan menjadi lebih efisien dan dapat mengurangi biaya operasional.
Perubahan Skema Pembayaran Pensiun
Saat ini, skema pembayaran pensiun PNS menggunakan metode “Pay as You Go”, di mana manfaat pensiun dibayarkan dari dana yang tersedia di APBN. Model ini semakin membebani anggaran negara, terutama dengan meningkatnya jumlah pensiunan yang diperkirakan mencapai 4,2 juta orang pada 2029.
Sebagai solusi, pemerintah berencana mengubah sistem ini menjadi “Fully Funded Pensions”, di mana dana pensiun dikumpulkan dan diinvestasikan sejak dini melalui iuran peserta dan pemerintah sebagai pemberi kerja. Dengan skema ini, dana pensiun akan lebih terjamin dan tidak lagi bergantung pada anggaran negara saat pembayaran dilakukan.
Perubahan skema ini diharapkan dapat meringankan beban APBN sekaligus memberikan kepastian bagi pensiunan PNS mengenai manfaat pensiun yang akan mereka terima. Meskipun transisi ini memerlukan perencanaan yang matang, manfaat jangka panjangnya diyakini akan berdampak positif bagi negara dan para pensiunan.
Dengan reformasi ini, pembayaran pensiun PNS tidak lagi dianggap sebagai beban negara, melainkan sebagai bagian dari sistem keuangan yang lebih berkelanjutan. Pemerintah pun menunjukkan komitmennya untuk memastikan kesejahteraan pensiunan PNS tanpa membahayakan stabilitas fiskal nasional. (D/S)