Pola Asuh dan Mitos Jadi Kendala Utama Penanganan Stunting di Ciampel
Solusi Berita
Masalah stunting di Indonesia sering kali tidak hanya berkaitan dengan keterbatasan ekonomi, tetapi juga pola asuh, pola makan, serta pengaruh budaya yang kuat. Hal inilah yang dihadapi oleh Dede Eli Siti Kholisih (43), bidan Puskesmas Ciampel, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dalam upayanya menekan angka stunting di wilayah tersebut.
Menurut Dede, saat ini tercatat ada 26 kasus stunting di puskesmas tempatnya bertugas. Meski jumlah itu sudah jauh lebih baik dibandingkan tahun 2021 dan 2022, ketika kasus stunting mencapai angka 80-an per tahun, perjalanan untuk mengedukasi masyarakat tetap penuh tantangan.
“Sosial budaya dan adat istiadat itu yang paling berat karena sangat berpengaruh pada pola hidup, pola makan, dan perilaku masyarakat,” ungkap Dede saat ditemui di Puskesmas Ciampel pada Kamis (5/12/2024).
Dede menjelaskan, salah satu hambatan terbesar adalah mitos dan pantangan terkait makanan untuk ibu hamil. Salah satunya, larangan mengonsumsi ikan tertentu seperti ikan gabus dan ikan lele yang dipercaya berbahaya bagi ibu hamil. Padahal, ikan-ikan tersebut kaya protein dan kolagen, yang sangat dibutuhkan selama kehamilan.
“Padahal di sini ikan itu mudah didapatkan, bahkan banyak yang bisa memancing sendiri. Tapi karena kepercayaan itu, jadi tidak dimanfaatkan,” katanya.
Penyuluhan rutin kepada masyarakat terus dilakukan untuk mengubah pandangan ini, namun hasilnya tidak selalu sesuai harapan. Masyarakat sering kali memiliki tingkat penerimaan yang berbeda-beda. Bahkan, ada orang tua yang menolak diagnosis stunting pada anaknya karena merasa telah memberikan makanan bernutrisi tinggi.
“Tidak cukup hanya memberikan makanan tinggi protein. Pola asuh dan pemenuhan nutrisi yang seimbang juga sangat penting. Tapi ini yang sering sulit diterima, terutama oleh keluarga dengan ekonomi menengah ke atas,” jelas Dede.
Meski begitu, Dede bersyukur bahwa upaya edukasi secara perlahan mulai menunjukkan hasil. Beberapa mitos yang dahulu kuat kini sudah mulai ditinggalkan. Menurutnya, kunci keberhasilan terletak pada pendekatan komunikasi yang baik agar masyarakat tidak merasa tersinggung atau dipaksa.
“Kalau salah bicara, mereka bisa tersinggung dan akhirnya tidak mau lagi datang ke posyandu. Padahal edukasi itu penting. Jadi kita harus hati-hati dalam menyampaikan,” tutupnya.
Dede berharap, dengan terus berkomitmen memberikan penyuluhan dan edukasi yang tepat, angka stunting di wilayahnya bisa terus menurun hingga mencapai angka nol di masa mendatang.(P/A)
Dilansir: detikcom